Dewan Temukan Dugaan Manipulasi Data Muatan Sampah di TPSA Bagendung, Praktisi Hukum: Pelaku Bisa Masuk Pidana Korupsi
HARIANBANTEN.CO.ID – Dugaan manipulasi data muatan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, Kota Cilegon, yang sebelumnya diungkap anggota DPRD Yamanan, kini menuai sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum.
R. Oka Rahmat Sumadinata, pengamat sekaligus praktisi hukum pidana, menjelaskan bahwa pengurangan muatan dalam surat jalan berpotensi melanggar hukum pidana.
“Surat jalan adalah dokumen resmi. Jika datanya dimanipulasi, itu bisa dikategorikan sebagai pemalsuan surat dan dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP,” jelas oka, kepada wartawan. Selasa (8/5/2025).
Ia menambahkan, pasal tersebut mengancam pelaku pemalsuan dengan pidana penjara maksimal enam tahun.
Lebih lanjut, Oka menilai praktik semacam ini berpotensi menimbulkan kerugian negara atau daerah, khususnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi kebersihan.
“Jika memenuhi unsur kerugian keuangan negara atau daerah, kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Soal siapa saja yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum, Oka menyatakan bahwa hal itu hanya bisa dipastikan melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang mendalam.
“Apakah hanya sopir truk atau ada oknum pejabat yang terlibat, itu akan terungkap dalam proses hukum. Jika ada pejabat yang menyalahgunakan wewenang, maka bisa dikenakan Pasal 3 UU Tipikor,” ujarnya.
Oka juga menekankan pentingnya partisipasi publik dalam penegakan hukum. Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait, DPRD maupun masyarakat memiliki hak untuk melaporkannya ke aparat penegak hukum disertai bukti dan saksi yang memadai. Sementara, menanggapi pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRD Kota Cilegon, menyambut positif langkah tersebut.
“Pansus bisa menjadi pintu masuk investigasi. Mereka bisa menggali fakta awal dan mengumpulkan bukti untuk kemudian dilimpahkan ke penegak hukum. Selain itu, pansus juga bisa berfungsi sebagai pengawas agar kasus serupa tidak terulang,” jelasnya.
Dari perspektif hukum tata kelola pemerintahan, Oka menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam sistem administrasi pengelolaan sampah.
“Keduanya merupakan prinsip dasar good governance. Tanpa itu, potensi terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) makin besar dan merusak kepercayaan publik,” tandasnya.
Sebagai bentuk pencegahan, Ia mendorong Pemkot Cilegon untuk segera menetapkan regulasi yang tegas dan memberi efek jera, memperkuat pengawasan lintas lembaga, serta menjamin keterbukaan dalam setiap proses pengelolaan sampah.
“Pemerintah harus membangun sistem yang terbuka, adil, dan bebas diskriminasi. Ini penting agar praktik-praktik merugikan seperti di TPSA Bagendung tidak terus berulang,” pungkasnya.
Penulis: Asep Tolet
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.