Penulis: Dwi Rizki Mutiarasani
Virus Corona atau Covid-19 saat ini telah menjadi teror nyata bagi semua orang. Tak hanya bagi warga negara Indonesia namun juga warga negara lain turut merasakannya. Karena ini pula Covid-19 disebut sebagai Pandemi Global yang tingkat penyebarannya begitu cepat dan tak terkendalikan. Bagaimana tidak, saat ini (8 Mei 2020) telah tercatat sebanyak 3.916.257 orang positif Corona di berbagai negara, angka ini di lansir dari Worldmeters. Sedangkan di Indonesia kasus positif corona telah mencapai angka 12.776 pasien. Tentulah angka tersebut bukan angka yang kecil dan tidak menutup kemungkinan angka ini akan terus melonjak tinggi.
Mengingat begitu kejam dan bahayanya virus ini maka peran pemerintah dan masyarakat sangatlah penting. Hal ini pula lah yang mengharuskan pemerintah untuk mencari berbagai strategi dalam upaya menghentikan laju penyebaran virus. Strategi pertama yang dilakukan pemerintah yaitu menerapkan Social Distancing atau Physical Distancing yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga jarak dan tetap stay di rumah. Agaknya masyarakat juga harus disiplin dalam mematuhi protokol pemerintah, tak hanya itu pemerintah pun harus konsisten dalam mengeluarkan kebijakannya. Tentu ini bukanlah hal yang mudah mengingat banyaknya pertimbangan terutama dari perekonomian rakyat yang mengharuskan mereka untuk tetap bekerja di luar rumah.
Tak hanya soal pekerjaan, saat ini sekolah dan semua universitas pun telah melaksanakan pembelajaran jarak jauh yang memungkinkan siswa dan guru tidak bertatap muka disuatu ruangan khusus. Pembelajaran ini tentunya menggunakan berbagai sumber belajar dari teknologi informasi, komunikasi, dan media lain. Namun, hal ini juga bukan perkara yang mudah sebab dalam hal ini guru tidak sekedar memberikan tugas tapi juga dituntut untuk kreatif dalam memberikan materi.
Alih-alih semangat dalam pembelajaran jarak jauh, banyak dari murid atau mahasiswa yang merasa bosan dan mengeluh dengan pembelajaran online. Hal ini dikarenakan mereka harus memiliki signal dan kuota yang memadai untuk mengakses pembelajaran online. Di samping itu, tugas yang amat banyak juga bisa menjadi beban pikiran yang menyebabkan stress. Tak hanya itu, kemampuan berpikir dan literasi mereka pun berkurang akibat tidak bisa melakukan interaksi sosial dan bertambahnya rasa malas ketika belajar di rumah.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan tingkat membaca yang rendah. UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah perihal literasi dunia. Ini merupakan kondisi yang memprihatinkan bagi negara yang masyarakatnya berada di urutan kelima dunia dengan penggunaan smartphone terbesar. Ironisnya kini penduduk Indonesia lebih memilih untuk menatap gadget berjam-jam dan menumpahkan cuitannya di media sosial ketimbang membaca buku.
Lantas bagaimana cara menumpaskan hal tersebut di tengah-tengah kondisi yang pelik ini? Pertama, Pahamilah bahwa membaca merupakan jembatan ilmu. Ia menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan. Dimana ilmu yang didapat bisa diaplikasikan untuk meniti kehidupan nyata. Selain itu, membaca juga akan membuat pembaca menjadi melek informasi. Tak hanya mendapatkan Informasi, kita pun diharapkan memiliki kemampuan untuk mencari, menganalisa, dan secara efektif membuat, dan mengintegraskan informasi untuk menyelesaikan masalah, terutama dalam memecahkan masalah sehari-hari.
Kedua, Menyisihkan waktu untuk membaca. Terkadang kita tak pernah sempat untuk membaca walaupun kita memiliki banyak waktu luang. Hal ini lah yang menjadi masalah. Dan lagi-lagi kesadaran dirilah yang harus menjadi faktor kuat dalam kasus ini. Apalagi di keadaan seperti sekarang ini sudah sepantasnya waktu untuk membaca bisa lebih banyak. Maka dari itu, mulailah mengalokasikan waktu untuk membaca walaupun hanya beberapa menit.
Ketiga, Mengurangi stress dengan membaca. Tidak bisa keluar rumah dalam jangka waktu yang panjang juga dapat menjenuhkan dan dapat memicu timbulnya stress. Berdiam diri di rumah juga bukan berarti hanya untuk bermalas-malasan. Membaca bisa menjadi salah satu solusi untuk memberantas rasa bosan dan membantu menahan perkembangan hormon stress. Penelitian dari University of Sussex Inggris mengungkapkan bahwa membaca selama 6 menit sehari lebih ampuh untuk menurunkan stress ketimbang mendengarkan musik dan jalan kaki. Dengan membaca buku, orang akan mengalami penurunan detak jantung maupun ketegangan otot.
Keempat, Membaca buku dengan tema favorit. Salah satu alasan orang malas membaca buku adalah tidak menariknya buku yang mereka baca. Gaya hidup seperti inilah yang harus diubah. Mulailah dengan membaca buku dengan tema favorit, baik itu soal pendidikan, kesehatan, cerita romance dalam novel, dsb. Namun, apabila didapati tidak memiliki buku bacaan, maka bisa pula menambah literasi informasi dari internet, baik itu dari artikel, koran, jurnal, dsb. Maka yakinlah setelah itu anda akan terhanyut dalam cerita yang menggelitik sehingga membuat ketagihan untuk membaca.
Kelima, Berkaryalah!. Karena sejatinya literasi tidak hanya membaca tapi juga berkarya. Oleh sebab itu, pentinglah untuk memperbanyak literasi agar menjadi karya yang Incredible. Di sisi lain hal ini pula yang menjadi pembeda dari setiap karya dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Berkarya tanpa tahu dasar dan teori belum tentu bisa menjadi karya yang maksimal. Di sinilah peran literasi sangat diperlukan, sehingga siapapun tak memiliki batasan untuk berkarya.
Pada akhirnya, literasi tidak seharusnya hanya dijadikan angin lalu dan dianggap sebelah mata bagi setiap orang. Menguasai literasi sangatlah penting agar bisa mencari dan menyiapkan solusi dari masalah sehari-hari terutama untuk masalah saat ini. Selain itu, situasi sekarang ini tidak bisa dijadikan hambatan dalam menurunkan “daya tahan” literasi. Justru hal ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan kemampuan literasi dan tak takut untuk menunjukkan eksistensi dalam berkarya. Karya yang baik tentunya memiliki manfaat dan juga bisa bernilai ekonomi.
Discussion about this post