HARIANBANTEN.CO.ID – Persatuan Perjuangan Masyarakat Cilegon (PPMC) aksi unjuk rasa di depan Depo Pertamina Tanjung Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, pada Jumat (7/3/2025).

Aksi tersebut merupakan respons terhadap dugaan praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite RON 90 dengan Pertamax RON 92 yang diduga terjadi di depo tersebut.

Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina dengan potensi kerugian negara yang dilaporkan mencapai hampir Rp 1.000 triliun. Skandal ini disebut-sebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. PPMC menilai bahwa kasus ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Presidium PPMC, Ali Juman, menegaskan bahwa lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, dan tidak tegasnya penegakan hukum menjadi faktor utama yang memungkinkan korupsi ini terjadi. Salah satu dugaan praktik kecurangan yang mencuat adalah pengoplosan bahan bakar bersubsidi dengan bahan bakar non-subsidi, yang diduga menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.

“Korupsi di Pertamina bukan hanya soal uang negara yang hilang, tetapi juga menyangkut harga energi yang semakin tidak stabil dan berdampak langsung pada rakyat. Jika dibiarkan, ini akan semakin memperparah kebocoran anggaran negara serta menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tegas Ali Juman.

PPMC menyoroti bahwa hingga saat ini belum ada langkah konkret dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Berbagai modus operandi dalam skandal ini, seperti dugaan mark-up proyek, manipulasi impor BBM, serta praktik suap dalam pengadaan dan distribusi energi, semakin memperkuat dugaan keterlibatan oknum di tingkat direksi dan komisaris.

Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai masih berhati-hati dalam menangani kasus ini. Meski demikian, PPMC menegaskan bahwa rakyat menaruh harapan besar agar kasus ini dituntaskan secara transparan dan adil. Mereka juga menyatakan dukungan penuh kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengusut skandal ini tanpa pandang bulu.

Selain itu, PPMC mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka agar memastikan tidak ada intervensi dalam proses hukum. Untuk itu, PPMC mengajukan beberapa tuntutan utama, antara lain:

  • Mendesak Kejagung untuk mengusut tuntas dan menangkap dalang di balik mega korupsi Pertamina hingga ke akar-akarnya.
  • Menuntut reformasi mendalam, peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang tegas agar kasus serupa tidak terulang.
  • Mencopot Menteri BUMN sebagai penanggung jawab tertinggi di Pertamina.
  • Mendorong penerapan hukuman mati bagi pelaku mega korupsi jika terbukti bersalah, terutama karena dugaan korupsi ini terjadi saat pandemi berlangsung.
  • Meminta ganti rugi atas kerugian yang dialami masyarakat.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023. Salah satu tersangka utama adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Modus operandi yang diungkap antara lain pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun per tahun. (ASEP/Red)