Tiga Versi Legenda Batu Qur’an: Saksi Karomah Sang Ulama Banten
HARIANBANTEN.CO.ID – Nama Syekh Maulana Mansyuruddin atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Haji bukan hanya tercatat dalam sejarah Kesultanan Banten sebagai sultan ketujuh, tetapi juga dikenang sebagai tokoh penyebar Islam yang berpengaruh di wilayah Banten Selatan.
Putra dari Sultan Ageng Tirtayasa, raja Banten keenam, ini memerintah pada 1683 hingga 1687. Di masa pemerintahannya, ia dikenal tak hanya sebagai pemimpin politik, tetapi juga ulama yang aktif menyebarkan ajaran Islam ke pelosok Banten, khususnya wilayah yang kini menjadi Kabupaten Pandeglang.
Batu Qur’an dan Tiga Versi Kisahnya
Salah satu jejak spiritual yang dikaitkan dengan Syekh Maulana Mansyuruddin adalah situs Batu Qur’an di Mandalawangi, Pandeglang. Tempat ini dipercaya sebagai lokasi munculnya karomah atau keajaiban yang berkaitan erat dengan perjalanan spiritual sang sultan-ulama.
Dalam tradisi lisan masyarakat setempat, terdapat setidaknya tiga versi riwayat mengenai asal-usul Batu Qur’an.
Versi pertama menyebutkan bahwa batu tersebut merupakan tempat pijakan Syekh Maulana Mansyur sebelum berangkat ke Tanah Suci. Ia diyakini hanya membaca basmalah, lalu tiba di Makkah tanpa menempuh jalur darat maupun laut. Sepulangnya dari ibadah haji, ia muncul kembali di tempat yang sama, bersamaan dengan keluarnya air yang terus mengalir. Untuk menghentikan air tersebut, beliau bermunajat dan kemudian meletakkan mushaf Al-Qur’an di atas sumber air. Atas izin Tuhan, air pun berhenti dan membatu.
Versi kedua menceritakan bahwa Syekh Maulana Mansyur pulang dari Makkah melalui sumur zam-zam dan muncul di mata air Cibulakan, Banten. Air yang terus mengucur tersebut dihentikannya dengan mushaf Al-Qur’an. Ia juga disebut mengukir ayat suci dengan jari telunjuknya di atas batu, yang kemudian dikenal sebagai Batu Qur’an.
Versi ketiga mengaitkan Batu Qur’an dengan tokoh Prabu Kian Santang dan Sayyidina Ali. Dalam kisah ini, Batu Qur’an dipercaya sebagai replika dari batu tempat Sayyidina Ali salat ketika berkunjung ke Ujung Kulon untuk menemui Prabu Munding Wangi. Cerita tersebut kemudian didengar oleh Syekh Maulana Mansyur, yang lantas membuat tiruannya di Pandeglang sebagai bentuk penghormatan.

Warisan Sejarah dan Religius
Situs Batu Qur’an terletak di Jalan Cikoromoy, Gunungsari, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang. Hingga kini, lokasi tersebut menjadi tujuan peziarahan dan wisata religi yang ramai dikunjungi, terutama pada hari-hari besar Islam. Mata air di tempat ini diyakini tidak pernah kering dan dianggap membawa keberkahan.
Kisah Syekh Maulana Mansyuruddin dan Batu Qur’an menjadi bagian penting dalam sejarah Islam di Banten. Sosoknya tidak hanya dikenang sebagai pemimpin kerajaan, tetapi juga sebagai ulama yang meninggalkan warisan spiritual yang terus hidup di tengah masyarakat.
Penulis: Asep Tolet |Harianbanten.co.id
Referensi: Misteri Batu Qur’an Pandeglang, Makam Syekh Maulana Mansyur, dan Silsilah Ulama Banten
Penulis menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam penyajian informasi.
Masukan dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan tulisan yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi khalayak.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.