Keraton Kaibon, Bukti Kasih Sayang Seorang Sultan untuk Sang Ibunda
Keraton bersejarah ini menjadi simbol cinta Sultan Banten kepada ibunya, Ratu Aisyah, dan menjadi saksi bisu runtuhnya kejayaan Kesultanan Banten.
HARIANBANTEN.CO.ID – Di tengah kawasan bersejarah Banten Lama, berdiri sisa-sisa megah sebuah bangunan yang sarat makna dan sejarah, Keraton Kaibon.
Dibangun pada tahun 1815, keraton ini tidak hanya menjadi saksi kejayaan masa lalu, tetapi juga menjadi persembahan cinta dari seorang anak kepada ibunya.
Keraton Kaibon dibangun oleh Sultan Syaifudin, Sultan Banten ke-21, untuk ibunda tercinta, Ratu Aisyah. Berbeda dengan Keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dirancang sebagai tempat tinggal sang Ratu.
Kala itu, Sultan Syaifudin masih berusia lima tahun, sehingga peran Ratu Aisyah sangat penting dalam mengelola pemerintahan.
Nama “Kaibon” sendiri berasal dari kata “keibuan”, yang mencerminkan sosok lembut, penyayang, dan penuh kasih seperti seorang ibu.
Keraton Kaibon dibangun menghadap ke barat, dengan kanal di depannya, di atas lahan seluas 4 hektar. Batu bata yang digunakan berasal dari campuran pasir dan kapur, memperkuat konstruksi yang kini hanya tersisa reruntuhan.
Meski telah hancur akibat serangan Belanda pada tahun 1832 yang dipimpin Jenderal Daendels, sisa-sisa pondasi dan pilar-pilar Keraton Kaibon masih berdiri hingga kini.
Situs ini kini dilindungi sebagai salah satu cagar budaya Provinsi Banten, dan tetap ramai dikunjungi wisatawan yang ingin menyelami sejarah Banten lebih dalam.
Keraton Kaibon tidak hanya menyimpan nilai arsitektur dan sejarah, tetapi juga menjadi pengingat tentang peran penting perempuan dalam sejarah kerajaan di Nusantara. Ia adalah simbol cinta seorang Sultan muda kepada ibunya dan representasi dari kekuasaan yang dijalankan dengan kelembutan dan kasih.
Sumber: Indonesiakaya
Editor: Tolet | Harianbanten.co.id
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.