Mengenal Kota Cilegon: Dari Tanah Rawa hingga Dikenal Menjadi Kota Baja dan Kota Industri
HARIANBANTEN.CO.ID — Kota Cilegon dikenal dengan berbagai julukan. Ada yang menyebutnya sebagai Kota Baja, karena menjadi rumah bagi PT Krakatau Steel, perusahaan baja terbesar di Asia Tenggara.
Ada juga yang menjulukinya Kota Industri, mengingat banyaknya perusahaan manufaktur dan kimia yang berdiri di wilayah ini.
Namun, tak sedikit pula yang menyebutnya Kota Lurus, lantaran jalan utamanya yang membentang lurus dari ujung ke ujung. Julukan yang terakhir ini mungkin terdengar nyeleneh, tapi begitulah masyarakat melihat wajah unik Cilegon.
Namun di balik semua itu, Cilegon memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa Kesultanan Banten.
Dari Tanah Rawa ke Kota Strategis
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683), Cilegon masih berupa kampung kecil yang didominasi oleh rawa-rawa dan belum banyak dihuni. Namun, karena letaknya yang strategis sebagai jalur penghubung antara Pulau Jawa dan Sumatera, daerah ini perlahan berkembang pesat. Banyak pendatang mulai menetap, menjadikan Cilegon sebagai wilayah yang heterogen dengan pertumbuhan yang dinamis.
Geger Cilegon: Bukti Perlawanan Rakyat
Memasuki masa kolonial Hindia-Belanda, tepatnya tahun 1816, Cilegon dijadikan sebagai distrik di bawah Karesidenan Banten. Penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial membangkitkan perlawanan rakyat, yang memuncak pada peristiwa Geger Cilegon 9 Juli 1888. Pemberontakan ini dipimpin oleh ulama kharismatik KH. Wasyid.
Kini, perjuangan itu dikenang melalui Monumen Patung Emas KH. Wasyid yang berdiri di pusat kota, tepat di perempatan lampu merah dekat Transmart Cilegon.
Tak hanya dikenal karena perlawanan, Cilegon juga mencatatkan sejarah penting dalam bidang pendidikan Islam. Pada 1924, didirikan Perguruan Al-Khairiyah yang menjadi cikal bakal lahirnya tokoh-tokoh Islam besar dari Cilegon, salah satunya KH. Syam’un. Pendiri Al-Khairiyah ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November 2018.
Selain itu, KH Abdul Latif mendirikan Madrasah Al-Jawahiratun Naqiyah di Cibeber. Keduanya berkontribusi besar dalam mencetak tokoh-tokoh pendidikan dan agama, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Era Industri dan Transformasi Wilayah
Tahun 1962 menjadi tonggak penting ketika didirikan Pabrik Baja Trikora, yang kemudian berkembang menjadi PT Krakatau Steel pada 1970. Keberadaan pabrik ini mengubah wajah Cilegon dari daerah agraris menjadi kawasan industri, perdagangan, dan jasa.
Menurut PP Nomor 40 Tahun 1986, Cilegon sempat berstatus sebagai Kota Administratif di bawah Kabupaten Serang. Namun, pesatnya pertumbuhan industri mendorong perlunya pemerintahan yang lebih mandiri.
Lahirnya Kota Cilegon
Akhirnya, melalui UU Nomor 15 Tahun 1999, status Cilegon resmi berubah menjadi kota madya pada 27 April 1999. Tubagus Aat Syafa’at sebagai Wali Kota pertama.
Kini, Cilegon bukan sekadar kota industri. Ia adalah kota dengan sejarah panjang, semangat perjuangan, dan kekuatan ekonomi yang terus tumbuh.
Penulis: Asep Tolet | Harianbanten.co.id
Penulis menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam penyajian informasi.
Masukan dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan tulisan yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi khalayak.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.