HARIANBANTEN.CO.ID  – Polda Banten membongkar praktik ilegal produksi dan perdagangan minyak goreng tanpa izin di Kabupaten Tangerang. Subdit IV Tipidter menangkap AW (37), seorang karyawan swasta yang diduga menjadi pengelola kegiatan tersebut. AW diketahui mengemas dan menjual minyak goreng merek Minyakita dan Djernih tanpa memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI serta izin edar dari BPOM.

Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Didik Hariyanto, mengatakan bahwa dalam operasinya, pelaku mencantumkan label SNI dan izin edar BPOM pada kemasan untuk mengelabui konsumen.

“Pelaku memproduksi dan memperdagangkan minyak goreng dengan informasi yang menyesatkan demi keuntungan pribadi,” ujar Didik dalam konferensi pers.

Pengungkapan kasus ini bermula pada Senin, 3 Maret 2025, sekitar pukul 13.00 WIB. Tim Subdit IV Tipidter melakukan pemeriksaan di sebuah lokasi di Kampung Kalampean, Desa Jambu Karya, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Tempat itu digunakan sebagai lokasi pengemasan minyak goreng dengan merek Minyakita dan Djernih.

Menurut Wadirreskrimsus Polda Banten, AKBP Wiwin Setiawan, pelaku telah menjalankan praktik ini sejak Januari 2025 dengan kapasitas produksi mencapai 7 hingga 8 ton minyak curah per hari. Dari jumlah itu, dihasilkan sekitar 800 karton minyak goreng per hari, yang kemudian dipasarkan ke agen-agen di wilayah Tangerang dan Serang.

“Minyak goreng Minyakita dijual seharga Rp176.000 per karton isi 12 botol ukuran 1 liter, sedangkan Djernih dijual Rp182.000 per karton isi 12 botol ukuran 900 mililiter,” jelas Wiwin.

Namun, hasil uji laboratorium menunjukkan adanya pengurangan volume isi bersih dalam kemasan. Minyak goreng merek Minyakita yang seharusnya berisi 1.000 ml hanya berisi rata-rata 716-750 ml, sementara merek Djernih yang seharusnya 900 ml hanya berisi sekitar 750 ml.

Berdasarkan temuan penyidik, AW meraup keuntungan hingga Rp45 juta per bulan dari bisnis ilegal ini. Modus yang digunakan adalah memanfaatkan minyak curah yang dikemas ulang menggunakan botol plastik berlabel resmi tanpa izin.

Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c, g, dan h UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. Selain itu, ia juga dijerat dengan UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara serta denda maksimal Rp5 miliar.

Saat ini, tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Polda Banten selama 20 hari untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Polisi juga menyita berbagai barang bukti, termasuk mesin pengemasan, ribuan botol minyak goreng siap edar, dan dokumen transaksi.

Kasus ini menjadi peringatan bagi pelaku usaha agar tidak bermain curang dalam perdagangan bahan pangan, terutama minyak goreng yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. (Red)