Anak berkonflik dengan Hukum
Oleh : Dimas Dharma Setiawan
Penulis Artikel di Banten
Anak Indonesia sudah mulia sejak masih berada di dalam kandungan Ibunya. Mereka ahli waris bangsa ini, dengan demikian seyogyanya mereka sudah kaya raya sejak dilahirkan, Tuhan mengkaruniai bumi pertiwi ibu-ibu yang tangguh, Ibu yang selalu menyayangi dan mendo’a kan buah hatinya. Tuhan mengkaruniai Indonesia negeri yang kaya akan sumber daya alam dari sabang sampai merauke.
Anak Indonesia, aset Indonesia. Negara wajib melindungi segenap tumpah darah Indonesia yang didalamnya termasuk anak-anak. Tidak dibedakan dari suku mana Anak itu berasal, tidak dibedakan kepada siapa Anak itu berdo’a, tidak dibedakan jenis warna kulit dan tidak dibedakan pula asal muasal orang tua Anak.
Kebijakan pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis hingga kehidupan ramah Anak sebagai bentuk perhatian Negara terhadap Anak Indonesia. Sungguh ramah bangsa ini, Anak yang memiliki keterbatasan saja diberikan perhatian khusus, sekolah khusus hingga disediakan perangkat pembantu agar memudahkan ia dalam beaktifitas. Begitu pun anak-anak yang bersinggungan dengan norma hukum, negara tetap memberikan perhatiannya.
Perlindungan Anak
Negara menerbitkan Undang-Undang (UU) nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Katagori Anak yang mendapatkan perlindungan khusus dalam regulasi yang telah diubah menjadi UU nomor 17 tahun 2016 tersebut adalah ; (a) anak dalam situasi darurat, (b) anak yang berhadapan dengan hukum, (c) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, (d) anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, (e) anak yang diperdagangkan, (f) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), (g) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, (h) anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, (i) anak yang menyandang cacat, dan (j) anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Tulisan ini menggaris-bawahi point Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Adapun jenis perlindungan khususnya adalah : (a) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; (b) penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; (c) penyediaan sarana dan prasarana khusus; (d) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; (e) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; (f) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan (g) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Selanjutnya Negara memperluas perlindungan ABH dalam bentuk dikeluarkannya UU nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Terkandung di dalamnya bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Memberikan perlindungan khusus terhadap Anak yang melakukan tindak pidana tidak untuk melepaskan tanggung jawabnya dari proses hukum, melainkan untuk melindungi harkat dan hartabat Anak. Hukum tetap ditegakan, proses hukum tetap berjalan, rasa keadilan masyarakat dikedepankan dan hukum mengayomi agar terwujud keamanan dan ketertiban masyarakat, hanya saja prosesnya harus lebih humanis sesuai dengan kemampuan Anak dalam menghadapi masalah.
Hak-Hak Anak
Anak wajib mendapatkan perlakuan yang berbeda dari pelaku dewasa pada saat proses peradilan yaitu : (a) diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, (b) dipisahkan dari orang dewasa, (c) memperoleh bantuan hukum dan bantuan secara efektif, (d) melakukan kegiatan rekreasional, (e) bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya, (f) tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, (g) tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat, (h) memperoleh keadilan dimuka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak dan dalam sidang yang tertutup untuk umum, (i) tidak dipublikasikan identitasnya, (j) memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak, (k) memperoleh advokasi sosial, (l) memperoleh kehidupan pribadi, (m) memperoleh aksesbilitas, terutama bagi Anak Cacat, (n) memperoleh pendidikan, (o) memperoleh pelayanan kesehatan; dan (p) memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak yaitu : (a) mendapat pengurangan masa pidana, (b) memperoleh Assimilasi, (c) memperoleh cuti mengunjungi keluarga, (d) memperoleh Pembebasan Bersyarat/PB, (e) memperoleh Cuti Menjelang Bebas/CMB, (f) memperoleh Cuti Bersyarat dan (g) memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan & Penahanan Anak
Penulis memiliki pengalaman melakukan pendampingan terhadap Anak, mulai tahap Penyidikan, Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), Penuntutan hingga Persidangan di Pengadilan proses berjalan dengan menggunakan Hukum Acara SPPA. Anak didampingi orang tua, Pembimbing Kemasyaratan (PK) serta penasehat hukum saat dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya PK melakukan serangkaian kegiatan Litmas yang cakupannya luas dengan melakukan wawancara terhadap Anak, keluarga, penyidik, unsur masyarakat hingga pihak lain. Hasil Litmas yang dibuat oleh PK sebagai dokumen penting yang akan dijadikan bahan pertimbangan proses selanjutnya.
Penahanan pada tahap penyidikan paling lama 15 (Lima Belas) hari sejak anak itu ditangkap. Setelah berkas perkara rampung, penanganan perkara selanjutnya dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan. Disana penahanan dapat dilanjutkan paling lama 10 (Sepuluh) hari. Pada tahap Persidangan, penahanan Anak kembali dapat dilanjutkan paling lama 25 (Dua Puluh Lima) hari hingga perkara tersebut dijatuhi Putusan. Pada proses banding penahanan dapat dilanjutkan paling lama selama 25 (Dua Puluh Lima) hari. Adapun untuk proses Kasasi, penahanan dapat dilanjutkan paling lama selama 35 (Tiga Puluh Lima) hari.
Penyidik, PK, Pekerja Sosial, Penasehat Hukum, Jaksa dan Hakim harus menanggalkan pakaian kedinasannya selama proses penanganan perkara. Hal ini sebagai ikhtiar mewujudkan penampilan ramah Anak yang harapannya Anak dapat merasakan kenyamanan saat berhadapan dengan para pihak.
Anak dalam proses Persidangan
Setiap perkara Anak disidangkan dilingkungan Peradilan Umum, jika anak melakukan tindak pidana bersama anggota militer maka Anak tetap disidangkan di lingkungan Peradilan Umum. Persidangan di pimpin oleh Hakim tunggal namun jika jenis perkaranya sangat memberatkan maka dibentuk majelis hakim. Sidang berjalan seperti pada umumnya, hanya saja sidang dilakukan di ruangan khusus Anak yang sudah di design ramah anak.
Selama agenda persidangan di Pengadilan, pihak yang tidak ada kaitannya dengan proses hukum tidak diperkenankan untuk mengikuti jalannya persidangan yang bersifat tertutup untuk umum. Tujuannya tidak lain untuk tetap menjaga harkat dan martabat Anak dari stigma sosial.
Selanjutnya bagi Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun putusan akhirnya hanya dapat dikenai Tindakan berupa (a) pengembalian kepada orang tua/wali, (b) penyerahan kepada seseorang, (c) perawatan di rumah sakit jiwa, (d) perawatan di LPKS, (e) kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, (f) pencabutan Surat Izin Mengemudi, dan/atau (g) perbaikan akibat tindak pidana.
Dipenghujung persidangan terhadap Anak agar dipertimbangkan tidak selalu berbentuk putusan pidana penjara, salah satu pasal mengamanatkan bahwa pidana penjara sebagai upaya terakhir (Measure of the last resort). Varian putusan yang dapat dipertimbangkan yaitu (a) pidana peringatan, (b) pidana dengan syarat berupa pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat dan pengawasan, (c) pelatihan kerja, (d) pembinaan dalam lembaga dan (e) pidana penjara. Selain itu ada pidana tambahan berupa (a) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan (b) pemenuhan kewajiban adat.
Anak dalam Proses Diversi
Penyelesaian perkara Anak dilakukan melalui upaya Diversi. Terminologi Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Meskipun demikian ada kriteria khusus dalam penerapan Diversi yaitu : (a) diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan (b) bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Proses Diversi bertujuan untuk (a) mencapai perdamaian antara korban dan Anak, (b) menyelesaikan perkara Anak diluar proses peradilan, (c) menghindarkan Anak dari perampasan Kemerdekaan, (d) mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawa kepada Anak. Meskipun demikian proses Diversi wajib memperhatikan : (a) kepentingan korban, (b) kesejahteraan dan tanggung jawab anak, (c) penghindaran stigma negatif, (d) penghindaraan pembalasan, (e) keharmonisan masyarakat dan (f) kepatuhan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Penulis memiliki pengalaman melakukan proses Diversi di kantor Kepolisian yang berada di daerah Lebak Selatan. Penulis berboncengan sepeda motor bersama PK Ali (Rekan penulis) dari Kota Serang menuju tempat tujuan yang menghabiskan harus waktu selama 3 (jam) perjalanan. Pada pelaksanaannya pihak yang terlibat yaitu PK, Penyidik, Anak, Keluarga Anak, Korban, Keluarga Korban, Tokoh Masyarakat dan Aparatur Desa.
Kapasitas Penyidik dan PK adalah fasilitator dan wakil fasilitator. Diawali dengan mendengarkan keterangan dari korban, keluarga korban seputar peristiwa yang sudah terjadi. Selanjutnya diperdengarkan keterangan dari Anak dan Keluarga Anak. Keterangan dari Masyarakat, Tokoh Masyarakat dan Kepala Desa juga diperdengarkan. PK dan Penyidik menyimpulkan semua keterangan yang telah disampaikan, simpulan ditawarkan kembali pada para pihak. Jika simpulan berujung pada kesepakatan bersama maka Diversi dianggap berhasil. Para pihak menandatangani Berita Acara Diversi untuk selanjutnya berkas diajukan oleh penyidik kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mendapatkan penetapan Pengadilan. Setelah salinan penetapan turun, pimpinan penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai surat penutup selesainya perkara. Namun demikian jika para pihak tidak menemui kesepakatan maka Diversi dianggap gagal sehingga konsekuensinya perkara di lanjutkan pada proses selanjutnya ditingkat Kejaksaan dan Pengadilan.
Pembinaan Anak
Anak yang dijatuhi putusan pidana penjara ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). LPKA adalah instansi vertikal yang bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Jaksa melaksanakan putusan Pengadilan dengan menjemput Anak yang bersangkutan dari Rutan/Lapas lalu mengantarkannya ke LPKA.
Didalam LPKA Anak akan mendapatkan serangkaian pembinaan yang manfaatnya dapat meningkatkan keterampilan Anak, ahlak/budi pekerti Anak dan intelektual Anak. Selain itu Anak dapat mengikuti kegiatan pendidikan formal pada sekolah khusus yang tersedia. Fasilitas LPKA di Indonesia sudah mencerminkan ramah Anak, kamar hunian tidak ada besi jeruji, disediakan sarana olah raga, sarana bermain, sarana kesehatan, sarana rumah ibadah dan sarana kegiatan konseling.
Selanjutnya Anak yang dijatuhi putusan Putusan Pembinaan didalam Lembaga dilakukan pada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) dibawah naungan Kementerian Sosial (Kemensos). Pembinaan dapat juga dilakukan pada lembaga lain yang berbadan hukum seperti pondok pesantren, yayasan, lembaga masyarakat dan lain sebagainya yang telah melakukan kerjasama dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Masih minim lembaga yang berminat melibatkan diri pada pengentasan Anak yang berkonflik dengan Hukum. Ada yang masih merasa risih dan curiga terhadap Anak yang melakukan tindak pidana. Selain itu lembaga mereka belum memiliki fasilitas yang cukup, seperti adanya kamar-kamar hunian, petugas yang membina, kurikulum yang memadai hingga ketersediaan anggaran.
Asimilasi & Integrasi Anak
Syarat pemberian program Asimilsi bagi Anak ialah (a) berkelakuan baik yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir; (b) aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan (c) telah menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan.
Syarat pemberian program Integrasi bagi Anak ialah (a) telah menjalani masa pidana paling sedikit ½ (satu per dua) masa pidana; dan (b) berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal ½ (satu per dua) masa pidana.
Bagaimana wujud program Asimilasi di rumah selama pandemic covid19 ?, sebut saja FB (25) yang pernah menjalani pembinaan di Lapas Kelas IIA Cilegon. Sejak awal menjalani program, waktu yang digunakan untuk mengurusi keluarganya di rumah. Anak perempuannya yang masih berusia 5 tahun sangat senang bermain dengan dirinya. Beban istrinya pun berkurang karena selama FB berada di Lapas, putri kecilnya selalu rewel ingin ayahnya segera pulang. Keberadaan FB kini menjadi tulang punggung keluarga, untuk menyambung hidup FB berdagang makanan ringan dikawasan Ciwedus Kota Cilegon. Selama berada diluar FB mendapatkan pengawasan dan pembimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Ali Asari. Secara berkala FB mengabarkan dirinya kepada PK Ali melalui layanan video media sosial.
Pembimbingan di lakukan oleh PK Bapas terhadap Anak : (a) penerima program PB/ CMB/CB, (b) penerima program Asimilasi,(c) Anak yang dijatuhi putusan Pengadilan menjalani Pembimbingan di Bapas dan (d) Anak yang direkomendasikan melalui proses Diversi menjalani Pembimbingan di Bapas. Sebelum diberikan pembimbingan dilakukan Litmas Pembimbingan dan juga Asesmen. Tujuannya untuk mengukur pribadi Anak yang ada hubungannya dengan kebutuhan pembimbingan yang tepat bagi yang bersangkutan.
Bagaimana wujud pemberian program pembimbingan terhadap Anak ? Sebut aja A ia secara rutin diberikan program kegiatan pascarehabilitasi berupa terapi kelompok, konseling, dukungan keluarga dan pencegahan dari kekambuhan Narkoba. Anak yang tidak mentaati aturan selama menjalani program Integrasi dan Asimilasi akan dikenai sanksi berupa pencabutan program sehingga otomatis yang bersangkutan dimasukan kembali kedalam Lembaga.
Pengakhiran Pembimbingan
Lamanya pemberian program pembimbingan terhadap Anak mengikuti data yang ada pada Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan secara formal oleh pejabat yang berwenang. Data yang termuat dalam SK diantaranya nama, usia, alamat, perkara, putusan pengadilan, tanggal mulai pelaksanaan pembimbingan dan tanggal berakhir pembimbingan.
Pembimbingan diakhiri apabila masa bimbingan telah berakhir/meninggal dunia /menjalani hukuman yang baru. Anak diberikan surat pengakhiran dikeluarkan secara resmi oleh Kepala Bapas. Setelah itu Anak kembali menjadi warga masyarakat seutuhnya yang bebas dari persoalan hukum yang pernah dialaminya.
Bagi Anak yang masih membutuhkan interfensi, melalui orang tuanya dapat mengajukan pembimbingan lanjutan secara resmi. Selanjutnya berkas ditindaklanjuti melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk dilakukan pembahasan rencana program. Setelah itu diterbitkan SK bimbingan lanjutan, Anak kembali mengikuti kegiatan yang pembimbingan seperti sedia kala hingga selesai (**).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.